Penangkapan Komplotan Pembuat Uang Palsu di Jawa Tengah
Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah berhasil menangkap sekelompok pelaku yang terlibat dalam pembuatan dan penyaluran uang palsu. Kelompok ini berasal dari Yogyakarta dan terdiri dari enam orang, yaitu W (70) atau dikenal dengan nama Mbah Noto, M (50) alias Yanto, BES (54), HM (52), JIP (58) atau Joko, serta DMR (30) atau Dimas. Keenam tersangka telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.
Uang palsu yang mereka produksi berupa pecahan Rp100 ribu, yang secara visual sangat mirip dengan uang asli. Bahkan, uang tersebut mampu melewati pemeriksaan menggunakan mesin pendeteksi uang palsu berbasis sinar ultraviolet (UV). Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio, menjelaskan bahwa uang palsu ini memiliki ciri khas yang membuatnya sulit dikenali oleh alat deteksi UV.
“Uang palsu hasil produksi kelompok ini berbeda karena bisa lolos dari pendeteksi UV,” ujarnya saat konferensi pers di Mapolda Jateng, Kota Semarang.
Pengujian Uang Palsu dengan Alat Deteksi
Polisi bersama Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa Tengah, Rahmat Dwisaputra, melakukan pengujian terhadap uang palsu tersebut. Hasilnya, uang palsu tersebut memancarkan cahaya pada tanda UV, tetapi cahaya yang dihasilkan lebih lemah dibandingkan uang asli.
Rahmat mengungkapkan bahwa ketika uang palsu ini ditempatkan di bawah cahaya tertentu, huruf BI tidak tampak sempurna di sisi kiri uang. Sementara itu, gambar timbul atau rectoverso pada uang palsu juga tercetak tidak sempurna.
“Kami meminta masyarakat untuk tidak hanya mengandalkan alat deteksi UV, tetapi juga melakukan pemeriksaan manual seperti melihat, meraba, dan meneliti dengan teliti,” jelas Rahmat.
Proses Produksi Uang Palsu
Keenam tersangka memproduksi uang palsu di Depok, Sleman, Yogyakarta, dan mengaku baru beroperasi sejak Juni 2025. Meski demikian, polisi masih menyelidiki apakah keterangan mereka benar-benar akurat. Informasi awal menunjukkan bahwa beberapa tersangka pernah terlibat dalam produksi uang palsu sejak era 1990-an.
Mereka bahkan meningkatkan kemampuan mereka dengan belajar dari platform YouTube. Salah satu pemodal, HM, pernah terlibat dalam pembuatan uang palsu di wilayah Jawa Barat.
Bahan dasar yang digunakan adalah kertas white craft yang diperoleh dari toko kertas di Bogor, Jawa Barat. Kertas ini biasanya digunakan dalam industri percetakan dan kemasan karena permukaannya yang bersih dan profesional. Desain uang palsu dibuat menggunakan aplikasi edit foto seperti Adobe Photoshop, lalu dicetak dengan printer.
Awal Terbongkarnya Kasus
Penangkapan komplotan ini berawal dari laporan warga Boyolali tentang temuan peredaran uang palsu. Informasi tersebut membawa polisi kepada penangkapan dua tersangka, W dan M, di depan Soto Pandawa 2, Ngaru-aru, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, pada Jumat (25/7/2025).
Setelah itu, polisi mengembangkan penyelidikan hingga menangkap tersangka BES dan HM di Sleman, Yogyakarta. Berdasarkan keterangan tersangka, polisi melakukan penggerebekan di sebuah rumah di Depok, Sleman, yang digunakan sebagai tempat produksi uang palsu. Di sana, petugas menemukan berbagai peralatan seperti printer dan kertas, serta menyita 500 lembar uang palsu pecahan Rp100 ribu, 1.800 lembar uang setengah jadi, dan 480 lembar uang belum dipotong.
Angka Produksi dan Penyebaran
Dari penyelidikan, diketahui bahwa komplotan ini telah memproduksi total 4.000 lembar uang palsu berupa pecahan Rp100 ribu, senilai Rp400 juta. Produksi dilakukan selama lima kali dalam kurun waktu Juni 2025.
“Setiap Rp100 juta dijual sebesar Rp30 juta,” ujar Dwi. Uang palsu ini hanya diproduksi untuk memenuhi pesanan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Menurut Dwi, jumlah uang palsu yang sudah beredar di masyarakat hanya sekitar 150 lembar atau senilai Rp15 juta, dan sebagian besar berada di luar Jawa Tengah.
Tuntutan Hukuman
Para tersangka dikenai pasal yang berbeda sesuai peran masing-masing. Tiga tersangka, yakni W, M, dan BES, dikenai Pasal 245 KUHP atau Pasal 36 ayat (2) atau Ayat (3) Jo Pasal 26 ayat (2) atau Ayat (3) Undang Undang Republik Indonesia No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Sementara itu, tiga tersangka lainnya, HM, JI, dan DMR, dijerat dengan Pasal 244 KUHP atau Pasal 36 ayat (1) atau Ayat (2) Jo Pasal 26 ayat (1) atau Ayat (2) Undang Undang Republik Indonesia No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
“Ancaman hukumannya sama, yaitu 15 tahun penjara,” tutup Dwi.


























































