Tren Perubahan Pola Belanja Masyarakat
Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) memberikan tanggapan terkait tren perubahan pola belanja masyarakat dari kegiatan offline ke online. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal idEA, Budi Primawan, yang menjelaskan bahwa beberapa faktor utama memengaruhi pergeseran ini. Salah satunya adalah peningkatan penetrasi internet yang semakin luas, kemudahan dalam bertransaksi, serta inovasi layanan digital yang semakin efisien.
Menurut Budi, pergeseran ini tidak hanya terjadi karena adanya akses internet yang lebih mudah, tetapi juga karena pengembangan platform digital yang menawarkan layanan logistik dan pembayaran yang lebih praktis. Hal ini membantu masyarakat untuk lebih nyaman melakukan transaksi secara online.
Budi juga menyebutkan bahwa frekuensi belanja online meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, konsumen kini lebih selektif dan cenderung fokus pada kebutuhan pokok atau produk yang memiliki nilai tambah. Meski demikian, dia mengingatkan bahwa belanja online tidak hanya dilakukan melalui marketplace atau aplikasi e-commerce, tetapi juga melalui media sosial dan aplikasi chat.
Sayangnya, idEA tidak memiliki data transaksi harian para anggotanya. Alasannya adalah data tersebut bersifat sensitif dan menjadi informasi internal dari masing-masing platform. Oleh karena itu, pihaknya tidak dapat memberikan angka pertumbuhan yang detail.
Namun, ada pengecualian saat kampanye Harbolnas. Karena event ini diadakan bersama Kementerian Perdagangan, maka ada pemantauan resmi. Contohnya, nilai transaksi Harbolnas 2023 mencapai sekitar Rp25,7 triliun, yang merupakan peningkatan signifikan dibandingkan awal penyelenggaraan pada 2019 yang sebesar Rp9 triliun. Sementara itu, Harbolnas 2024 mencatat transaksi sebesar Rp31,2 triliun dengan dominasi penjualan produk lokal.
Budi menambahkan bahwa berdasarkan pantauan industri, pertumbuhan e-commerce pada 2025 masih positif meskipun lebih moderat dibanding masa pandemi. Kategori yang mendominasi di awal tahun ini antara lain kebutuhan sehari-hari, produk kesehatan dan kecantikan, serta fesyen. Diikuti oleh elektronik dan hobi.
Selain itu, konsumen semakin peka terhadap harga, sehingga promo, gratis ongkir, dan program loyalitas tetap menjadi pendorong utama transaksi.
Konsumsi Rumah Tangga Sebagai Pendorong Ekonomi
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan terbesar ekonomi Indonesia pada kuartal II/2025, dengan pertumbuhan sebesar 5,12% secara tahunan (year-on-year/YoY) dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kepala BPS Edy Mahmud menyatakan bahwa fenomena shifting belanja dari offline ke online menjadi salah satu motor penggerak konsumsi masyarakat.
Edy menekankan bahwa fenomena ini mungkin belum sepenuhnya terlihat dalam data, karena pengamatan secara langsung atau offline lebih mudah dilakukan dibandingkan secara online. Ia mengatakan, “Kita memang mudah melihat fenomena secara langsung atau secara offline. Tapi secara online barangkali cukup sulit untuk dilihat.”
Berdasarkan distribusi dan pertumbuhan PDB menurut pengeluarannya, konsumsi rumah tangga menyumbang 54,25% terhadap PDB kuartal II/2025 dengan pertumbuhan 4,97% YoY. Posisi kedua ditempati Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dengan distribusi 27,83% dan pertumbuhan 6,99% YoY. Selanjutnya, ekspor berkontribusi 22,28% dan tumbuh 10,67% YoY, sedangkan konsumsi pemerintah menyumbang 6,93% namun terkontraksi sebesar -0,33% YoY.