Berikut adalah versi parafrase dengan gaya bahasa formal:
Cimahi – KBRN: Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Cimahi, Fitriani Manan, menyampaikan bahwa masih terdapat sejumlah korban kekerasan seksual beserta keluarganya yang enggan melaporkan kejadian yang dialami kepada pihak berwenang. Menurut Fitriani, hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor.
“Situasi ini menjadi tantangan tersendiri bagi kami, karena masih banyak korban yang merasa tidak memiliki keberanian untuk berbicara atau melaporkan kejadian tersebut. Umumnya, hal ini disebabkan oleh pelaku yang berasal dari lingkungan terdekat korban,” ungkap Fitriani pada Rabu (30/7/2025).
Ia menambahkan bahwa selain fokus pada pemulihan psikologis, pihaknya juga berkomitmen untuk membantu memulihkan status sosial para korban. Dukungan yang diberikan mencakup pendampingan serta pemberian motivasi, khususnya jika korban memutuskan untuk membawa kasus tersebut ke jalur hukum.
“Apabila kasus akan diproses secara hukum, kami siap memberikan pendampingan, termasuk motivasi agar korban dan keluarga memiliki keberanian untuk melaporkan,” jelasnya.
Fitriani mengungkapkan bahwa mayoritas korban kekerasan seksual di Kota Cimahi adalah anak-anak. Kondisi ini membuat korban dan keluarganya sering kali merasa takut untuk melapor, terlebih ketika pelaku memiliki kedekatan emosional maupun sosial dengan mereka.
“Perasaan takut ini tidak hanya dirasakan oleh korban, namun juga oleh anggota keluarganya. Banyak dari mereka yang khawatir terhadap proses hukum yang akan dijalani, sehingga lebih memilih untuk tidak melanjutkan laporan,” tuturnya.
Berdasarkan data yang dihimpun DP3AP2KB Kota Cimahi, sepanjang tahun 2024 tercatat 13 kasus kekerasan seksual. Sementara hingga pertengahan tahun 2025, jumlah tersebut meningkat menjadi 16 kasus.
Sebagai upaya penanganan, DP3AP2KB terus meningkatkan edukasi dan pendampingan kepada para korban, serta memperkuat kerja sama dengan berbagai lembaga terkait seperti Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan aparat penegak hukum. Langkah ini bertujuan agar penanganan kasus kekerasan seksual dapat dilaksanakan secara holistik dan berkelanjutan.