Inovasi Panel Dinding Ramah Lingkungan dari Gorontalo
Tim peneliti dari Universitas Negeri Gorontalo menghadirkan inovasi terbaru dalam bidang konstruksi dengan membuat panel dinding yang diberi nama Eco Blox. Produk ini dipamerkan dalam Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia di Bandung pada 7-9 Agustus 2025. Inovasi ini menggunakan bahan daur ulang seperti limbah popok sekali pakai dan sampah tongkol jagung.
Eco Blox memiliki ukuran 50 x 50 sentimeter dengan ketebalan 5 sentimeter. Selain ramah lingkungan, panel ini dirancang dengan teknik interlocking modular, sehingga memudahkan pemasangan dan mengurangi kebutuhan perekat antar-panel. “Teknik kuncian yang menyatukan antar-panel seperti menggabungkan puzzle,” jelas Ketua Tim Riset, Niniek Pratiwi, saat dihubungi pada Kamis, 14 Agustus 2025.
Tim peneliti yang terdiri dari Abdi Gunawan Djafar, Syafriyani, Sartika Dewi Usman, dan Esta Larosa mulai melakukan riset sejak 2024. Mereka menggunakan dana kerja sama dengan dunia usaha serta pendanaan dari Kedaireka, program pemerintah untuk pengembangan kreativitas dan inovasi. Ide utama muncul dari masalah limbah domestik, termasuk popok sekali pakai dan sampah bonggol jagung yang sering dibuang di Gorontalo, daerah penghasil jagung.
Dalam proses produksinya, limbah popok yang sudah dicuci dimasukkan ke mesin hidrotermal. Proses ini mirip dengan memasak dengan suhu di atas 100 derajat Celsius untuk meminimalkan bakteri. Setelah itu, bahan tersebut dikeringkan dengan sinar matahari langsung dan bantuan oven di laboratorium kampus.
Setelah kering, serat popok dipotong menjadi serpihan berukuran 1-2 sentimeter. Sementara itu, bonggol jagung dihancurkan hingga menjadi bubuk. Kedua bahan ini kemudian digunakan dalam pembuatan beton panel bersama semen dan pasir. Dari beberapa model yang dibuat, rata-rata campuran limbah ini bisa mengurangi penggunaan pasir sekitar 15 persen. “Beton ini mirip dengan beton biasa, tetapi lebih ringan,” tambah Niniek.
Tim juga membandingkan dengan bahan lain untuk dinding berukuran satu meter persegi. Untuk bata merah, dibutuhkan sekitar 70 batu bata dengan berat total 210 kilogram. Dengan luasan yang sama, Eco Blox hanya membutuhkan empat panel dengan berat total 94,8 kilogram.
Setiap panel Eco Blox memiliki berat 23,7 kilogram dan terdiri dari 30 persen semen, 60 persen pasir, serta 10 persen limbah popok dan bonggol jagung. Hasil uji tekan menunjukkan kekuatan sebesar 14,59 MPa (Megapascal), yang melampaui standar nasional untuk bata beton dan panel beton ringan berserat.
Selain itu, tim telah mengukur tingkat kondusivitas panel. Nilai ini dinilai rendah, sehingga dapat lebih baik dalam menghambat aliran panas. Kondusivitas bahan popok mencapai 0,02 dan bonggol jagung 0,08, dibandingkan dengan semen dan pasir yang berkisar antara 0,1-0,2. “Harapan kami bisa mengurangi penerimaan panas,” jelas Niniek.
Untuk pengukuran kondusivitas secara keseluruhan belum dilakukan karena tim masih dalam proses pencarian pendanaan untuk pengembangan selanjutnya. Harga Eco Blox diperkirakan sekitar Rp 17.500 per panel. Produk ini berpotensi menjadi material tahan gempa yang efisien dan ramah lingkungan.