Kembalinya Jojo ke Alam Bebas
Jojo, seekor orang utan yang sebelumnya hidup dalam kurungan selama lebih dari dua dekade, akhirnya bisa merasakan kembali suasana hutan dan memanjat pohon untuk pertama kalinya. Kehidupannya yang dulu diisi oleh rasa takut dan keterbatasan kini mulai berubah, setelah ia ditemukan dalam kondisi mengenaskan pada tahun 2009. Saat itu, Jojo terikat rantai yang hanya memiliki panjang sekitar 30 sentimeter, membuatnya tidak bisa bergerak bebas. Ia hanya bisa duduk atau berdiri di tempat yang sama, dikelilingi sampah dan limbah tanpa perlindungan dari cuaca ekstrem.
Kondisi fisik Jojo sangat memprihatinkan. Rantai yang menempel di kakinya telah menyebabkan luka infeksi parah, bahkan besi tersebut menembus ke dalam kulitnya. Dalam wawancara resmi, Direktur Utama Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI), Karmele Llano Sánchez, menyampaikan bahwa momen ini adalah hal yang sangat emosional bagi semua pihak yang terlibat. Menurutnya, melihat Jojo kini bisa memanjat pohon, meskipun belum sepenuhnya lincah, adalah bukti bahwa ia akhirnya merasakan sedikit kebebasan yang pernah direnggut darinya.
Pembangunan Enclosure sebagai Harapan
Keberhasilan Jojo kembali merasakan alam bebas berkat pembangunan enclosure hutan semi-liar seluas dua hektare di pusat rehabilitasi orang utan di Desa Sungai Awan Kiri, Muara Pawan, Ketapang, Kalimantan Barat. Proyek ini dimulai sejak 2022 dan dirancang khusus untuk orang utan yang tidak dapat dilepasliarkan ke alam bebas karena kondisi kesehatan, disabilitas, atau pengalaman hidup dalam kurungan sejak bayi.
Enclosure ini menjadi tempat tinggal jangka panjang bagi Jojo dan beberapa orang utan lainnya seperti Monte dan Jimo. Karmele menjelaskan bahwa proses pembangunan enclosure ini tidak mudah. Selain tantangan konstruksi di tengah hutan, dibutuhkan upaya dan waktu untuk memastikan area ini aman bagi orang utan maupun para petugas yang bertugas di sana. Orang utan juga perlu dilatih dan dibiasakan untuk memahami instruksi ke luar dan masuk enclosure ini.
Riwayat Kehidupan Jojo yang Memilukan
Jojo adalah orang utan pertama yang diselamatkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat bersama YIARI pada 2009. Saat ditemukan, usianya diperkirakan sekitar 10 tahun, yang berarti ia telah menghabiskan masa kanak-kanak dan remaja dalam kurungan. Masa-masa ini merupakan masa krusial bagi orang utan, ketika mereka seharusnya belajar dari induknya bagaimana bertahan hidup di hutan. Namun, karena kehilangan kesempatan itu, peluang untuk dilepasliarkan ke alam bebas semakin berkurang.
Setelah dibawa ke pusat rehabilitasi, tim medis menemukan bahwa Jojo menderita rakitis, yaitu kelainan tulang akibat kekurangan gizi dan sinar matahari selama bertahun-tahun. Kakinya bengkok dan tidak mampu menopang tubuhnya dengan normal, sehingga ia hanya bisa berjalan dengan kedua tangan. Selain itu, Jojo juga sempat menderita pneumonia kronis, yang memerlukan perawatan bertahun-tahun hingga ia pulih.
Keberlanjutan Hidup yang Lebih Baik
Meski Jojo tidak bisa kembali ke hutan bebas, kehadiran enclosure ini menjadi simbol harapan bahwa setiap orang utan berhak hidup dalam lingkungan yang lebih alami dan layak. Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Murlan Dameria Pane, menyampaikan apresiasinya terhadap upaya YIARI dalam mendukung kehidupan yang lebih baik bagi satwa liar yang tidak dapat dilepasliarkan, seperti Jojo.
Dengan adanya enclosure, Jojo dan rekan-rekannya dapat hidup dalam lingkungan yang lebih alami, meskipun tidak sepenuhnya bebas. Ini menjadi bukti bahwa setiap makhluk hidup memiliki hak untuk hidup dalam kondisi yang layak dan nyaman.