Kasus Pelecehan Seksual di UIN Saizu Purwokerto: Trauma yang Tidak Segera Hilang
Sebuah kejadian dugaan pelecehan seksual kembali mengguncang lingkungan kampus UIN Saizu Purwokerto. Kali ini, korban adalah seorang mahasiswi dari Fakultas Dakwah berinisial A (23 tahun). Peristiwa ini terjadi dalam kurun waktu hampir seluruh tahun 2024, dan akhirnya membuat korban memutuskan untuk membuka suara.
Korban mengalami banyak pengalaman tidak menyenangkan yang berulang kali terjadi di berbagai lokasi. Awal kejadian berawal pada pertengahan Januari 2024, ketika korban dan temannya datang ke rumah terlapor di wilayah Kecamatan Sumbang dalam rangka bimbingan proposal. Kejadian tak senonoh tersebut kemudian terus berulang di tempat-tempat lain, termasuk di area parkiran kampus.
Menurut kuasa hukum korban, Esa Caesar Afandi, ada sekitar tujuh peristiwa yang dialami oleh A. “Lokasinya ada di beberapa tempat, termasuk di sekitar parkiran kampus,” ujarnya saat memberikan keterangan kepada media.
Setelah merasa tidak sanggup lagi menahan rasa sakit batin, korban akhirnya melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Proses pelaporan dilakukan setelah mendapatkan dukungan dari keluarga dan penasehat hukum. Laporan tersebut diajukan ke Polresta Banyumas pada akhir November 2024.
Pihak kepolisian telah menindaklanjuti laporan tersebut dengan memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan. Termasuk korban, saksi, serta perwakilan dari pihak kampus. Meskipun proses penyelidikan sedang berlangsung, korban mengalami trauma yang sangat dalam.
Esa menjelaskan bahwa meskipun A sudah lulus dari kuliahnya, trauma yang dialaminya masih terasa. “Baru satu pertanyaan saja sudah menangis. Setiap melihat benda yang berkaitan dengan kejadian dia juga menangis,” katanya. Hal ini menunjukkan betapa besar dampak psikologis dari kejadian tersebut.
Namun, kasus ini justru semakin memperuncing ketegangan ketika terlapor melaporkan balik korban. Dengan tuduhan pencemaran nama baik dan lainnya, hal ini menambah beban bagi korban.
Selain itu, Esa menyampaikan kekecewaannya terhadap respons pihak kampus. Menurutnya, Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UIN Saizu tidak bertindak sesuai fungsinya. Seharusnya, satgas ini bisa menjadi wadah perlindungan bagi mahasiswa, tetapi justru terkesan melindungi dosen terduga demi menjaga nama institusi.
Meski telah dilakukan studi etik, dosen terduga masih aktif mengajar. Hanya saja, ia diberhentikan dari posisi sebagai dosen PA (Pendamping Akademik). Namun, tindakan ini dinilai tidak cukup untuk memberikan keadilan bagi korban.
Proses penanganan kasus ini diharapkan terus berjalan agar dapat memberikan keadilan bagi korban. Selain itu, penting bagi pihak kampus untuk lebih proaktif dalam menangani isu kekerasan seksual, sehingga tidak terjadi lagi kejadian serupa di masa depan.