Kasus Foto Siswi SMA yang Diedit AI, Trauma dan Kekhawatiran Berkepanjangan
Kasus foto siswi SMA di Kota Cirebon yang diedit menggunakan kecerdasan buatan (AI) hingga tampak bugil menimbulkan berbagai dampak psikologis dan emosional bagi para korban. Kejadian ini tidak hanya merusak martabat para korban, tetapi juga memberikan rasa takut dan trauma yang bisa bertahan lama.
Sharmila, kuasa hukum lima korban, menyatakan bahwa tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai kejahatan asusila. Ia menjelaskan bahwa pertemuan antara perwakilan sekolah pelaku, korban, serta pihak DP3AP2KB sempat berlangsung dengan suasana haru. Namun, ia mengungkapkan kekecewaannya terhadap pihak tertentu yang meminta korban memahami kondisi pelaku yang disebut sedang tertekan dan depresi.
“Bagaimana dengan korban? Korban ini perempuan, jejak digital sampai kapan bisa dihapus?” tanya Sharmila. Ia menegaskan bahwa para siswi dan orang tua mereka kini hidup dalam ketakutan. Mereka khawatir foto yang sudah tersebar akan terus menghantui masa depan mereka.
Kondisi ini semakin diperparah oleh rasa malu yang dirasakan keluarga korban. Orang tua para siswi takut jika suatu hari ada orang yang menganggap foto-foto itu benar adanya. Apalagi jika anak-anak ini nanti ingin menikah atau berhijab, memiliki jejak digital vulgar akan sangat memalukan.
Selain itu, kuasa hukum juga mendesak agar kepolisian segera menindaklanjuti laporan sesuai aturan yang berlaku. Sharmila menyatakan bahwa laporan telah diajukan dengan pasal pornografi dan Undang-Undang ITE. Ia berharap prosedur hukum yang tepat dijalankan untuk menyelesaikan kasus ini.
Sebelumnya, video berdurasi 37 detik yang berisi kumpulan foto hasil manipulasi AI viral di berbagai grup WhatsApp. Video itu menampilkan wajah sejumlah siswi ditempelkan pada tubuh telanjang, sehingga seolah-olah mereka berpose vulgar. Padahal, foto asli para korban sama sekali bukan foto syur.
Diduga, wajah mereka diambil secara diam-diam dari ponsel seorang siswa, lalu disalahgunakan. Informasi yang diterima menyebutkan bahwa kasus ini melibatkan tiga terduga pelaku berinisial V, I, dan A, yang masih berstatus pelajar dari sekolah favorit di Kota Cirebon. Ketiganya sudah diperiksa penyidik Polres Cirebon Kota dengan didampingi orang tua masing-masing.
Tidak hanya menyebarkan, para pelaku juga diduga menjual foto-foto hasil manipulasi itu melalui aplikasi Telegram dengan harga Rp 50 ribu untuk 20 foto. Tindakan ini menunjukkan betapa seriusnya dampak dari penggunaan teknologi yang tidak bertanggung jawab.
Dari segi hukum, kasus ini menunjukkan pentingnya perlindungan terhadap data pribadi dan privasi. Selain itu, masyarakat harus lebih waspada terhadap penggunaan teknologi yang bisa saja digunakan untuk tujuan negatif. Pihak sekolah dan keluarga juga perlu bekerja sama untuk memberikan pendidikan tentang etika digital dan kesadaran akan konsekuensi dari tindakan yang dilakukan di dunia maya.
Trauma yang dialami para korban tidak hanya berdampak pada diri mereka sendiri, tetapi juga pada keluarga dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan psikologis dan sosial yang memadai agar korban bisa pulih dan kembali beraktivitas seperti biasa.


























































