Dokter RSUDAM Dilaporkan ke Polisi Terkait Dugaan Pungli
Seorang dokter berinisial BR, yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) Lampung, dilaporkan ke pihak berwajib terkait dugaan pungutan liar (pungli) kepada keluarga pasien. Dokter tersebut diduga meminta uang sebesar Rp8 juta dengan alasan untuk pembelian alat medis yang dibutuhkan dalam operasi.
Direktur Utama RSUDAM Lampung, dr Imam Ghazali, menyatakan bahwa pelaporan ini merupakan hak dari pihak keluarga pasien. Ia menegaskan bahwa sebagai pimpinan rumah sakit, ia menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.
“Yang jelas, itu adalah hak dari pihak keluarga. Saya selaku pimpinan yang bersangkutan menghormati hal tersebut,” kata Imam saat ditemui di ruang kerjanya pada Rabu (27/8/2025).
Imam menambahkan bahwa pihak rumah sakit telah menyerahkan sepenuhnya permasalahan hukum ini kepada aparat penegak hukum.
“Kita serahkan sepenuhnya ke APH (aparat penegak hukum),” katanya.
Kasus Pungli Pasien BPJS
Dokter BR dilaporkan oleh keluarga pasien yang terdaftar dalam BPJS Kesehatan, yaitu pasangan Sandi Saputra (27) dan Usofie (23), warga Lampung Selatan. Mereka merasa dirugikan akibat tindakan dokter tersebut dalam proses operasi putri mereka, Alesha (6 bulan).
Supriyanto, perwakilan keluarga pasien, menjelaskan bahwa ada dua hal yang dilaporkan terkait fakta hukumnya. Laporan tersebut mencakup dugaan tindak pidana penggelapan dan pungutan liar yang dilakukan oleh dokter BR.
Kasus ini kini sedang ditangani oleh pihak kepolisian untuk proses penyelidikan lebih lanjut.
“Ada dugaan tindak pidana pasal 372 KUHPidana dan 363 KUHPidana,” ujar Supriyanto.
Selain itu, pihak keluarga juga melaporkan tindakan dokter BR yang diduga merayu korban untuk membeli alat medis seharga Rp8 juta.
“Kami melaporkan juga kepada Ditreskrimsus terkait tindak pidana khusus, yakni korupsi,” tambah dia.
Proses Operasi dan Penyebab Pemotongan Usus
Menurut Supriyanto, meskipun nilainya tidak banyak, dokter BR adalah ASN yang patut diduga telah melakukan pelanggaran pasal 12 huruf E.
“Barang bukti tentu dasar membuat laporan, yakni terkait soal bujuk rayu dengan opsi pembelian alat yang kemudian diketahui faktanya adalah ter-cover di BPJS,” jelas Supriyanto.
Ia menjelaskan, dokter menawarkan dua opsi operasi terhadap korban. Pertama, operasi pemotongan usus yang harus dilakukan beberapa kali. Opsi kedua, yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan, menggunakan alat medis yang bisa mempermudah operasi menjadi satu kali tindakan.
Sandi memilih opsi kedua dan bahkan telah membayar Rp8 juta yang ditransfer ke rekening pribadi si dokter demi kesembuhan putrinya.
“Bayi tersebut mengalami kelainan usus sehingga harus diambil tindakan pemotongan usus, maka diperlukan operasi,” beber Supriyanto.
Komunikasi yang Tersendat
Sandi menceritakan, komunikasi dengan dokter BR tersendat setelah uang ditransfer. “Malam di WA baru dibalas paginya setelah anak saya meninggal,” kata Sandi, Kamis (21/8/2025).
Putrinya dirujuk ke RSUDAM pada 9 Juli 2025 dengan diagnosis penyakit hirschsprung, yakni penyakit bawaan lahir yang menyebabkan sulit buang air besar.