Penilaian Eks Penyidik KPK terhadap Rekomendasi Amnesti yang Diberikan oleh Presiden
Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kini menjabat sebagai Ketua IM57 Institute, Lakso Anindito, menyampaikan penilaian kritis terhadap rekomendasi amnesti yang diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto kepada Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto. Menurutnya, tindakan tersebut dinilai sangat berbahaya dan dapat merusak proses penegakan hukum di Indonesia.
Hasto Kristiyanto sebelumnya telah dihukum selama 3,5 tahun penjara serta denda sebesar Rp250 juta dalam kasus suap terkait penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR. Putusan ini dijatuhkan pada Jumat (25/7/2025). Lakso menilai bahwa pemberian amnesti kepada Hasto adalah bentuk kesepakatan politik yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan hukum.
“Penyelesaian kasus korupsi seharusnya dilakukan melalui proses hukum yang transparan dan adil, bukan melalui kesepakatan politik yang mengkhianati rakyat,” ujarnya pada Kamis (31/7/2025).
Lakso menekankan bahwa tindakan presiden memberikan rekomendasi amnesti kepada Hasto dapat menjadi preseden buruk bagi sistem hukum di Indonesia. Ia khawatir hal ini akan membuat para politikus merasa aman melakukan tindakan korupsi karena ada kemungkinan penyelesaiannya bisa dilakukan melalui negosiasi politik.
“Ini adalah upaya yang jelas-jelas mengakali hukum yang berlaku. Jika dibiarkan, maka akan berdampak pada runtuhnya bangunan rule of law dan bergantinya menjadi rule by law,” kata Lakso.
Ia menyerukan agar tindakan presiden ini ditolak secara masif. Menurutnya, pembiaran terhadap pemberian amnesti akan meruntuhkan pondasi penegakan hukum di Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas memberikan alasan tentang pemberian abolisi dan amnesti kepada beberapa narapidana, termasuk mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dan Hasto Kristiyanto. Ia menjelaskan bahwa alasan utamanya adalah untuk menciptakan persatuan dan dalam rangka memperingati perayaan 17 Agustus.
Usulan pemberian amnesti dan abolisi ini disetujui oleh DPR RI dalam rapat konsultasi dengan pemerintah pada Kamis (31/7/2025). Supratman mengatakan bahwa pertimbangan utama dalam pemberian amnesti adalah demi kepentingan bangsa dan negara.
“Semuanya yang mengusulkan kepada bapak presiden adalah menteri hukum. Jadi surat permohonan menteri hukum kepada bapak presiden untuk pemberian amnesti dan abolisi saya yang menandatangani,” jelasnya.
Selain Hasto, ada 1.115 narapidana lain yang juga mendapatkan amnesti. Supratman menegaskan bahwa keputusan tersebut dibuat dengan pertimbangan yang matang dan bertujuan untuk memperkuat persatuan nasional.
Meski demikian, kritik terhadap pemberian amnesti tetap muncul dari berbagai pihak, termasuk dari kalangan aktivis anti-korupsi dan tokoh masyarakat. Mereka menilai bahwa tindakan ini justru dapat melemahkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan menimbulkan ketidakadilan.



























































