Penyebab Keterlibatan Seorang Anggota DPRD Wakatobi dalam Kasus Pembunuhan
Seorang anggota kepolisian di Wakatobi, Aiptu S, kini harus menerima konsekuensi berat akibat kelalaiannya dalam menerbitkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) untuk seorang buronan kasus pembunuhan. SKCK yang dikeluarkan oleh Aiptu S menjadi salah satu alasan mengapa La Ode Litao, anggota DPRD Wakatobi terpilih dari Partai Hanura, bisa mendaftar sebagai calon legislatif.
La Ode Litao sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan seorang remaja berusia 11 tahun pada tahun 2014. Namun, ia berhasil kabur dan tidak pernah ditangkap hingga saat ini. Meskipun memiliki status DPO, Litao tetap bisa mencalonkan diri dan terpilih menjadi anggota DPRD Wakatobi. Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan tentang proses administrasi dan penegakan hukum di daerah tersebut.
Tindakan Keras dari Polda Sultra
Setelah kasus ini terungkap, Polda Sultra langsung melakukan audit internal guna meneliti penyebab kesalahan yang terjadi. Kabid Humas Polda Sultra, Kombes Pol Iis Kristian, menyatakan bahwa pihaknya telah memberikan sanksi tegas kepada petugas yang lalai. Sanksi tersebut meliputi penempatan khusus (patsus), demosi jabatan selama tiga tahun, serta pembatalan keikutsertaan dalam pendidikan perwira.
Aiptu S, yang sebelumnya digadang-gadang akan melanjutkan pendidikan perwira di Sekolah Inspektur Perwira Polri (SIP), kini dimutasi ke Polres Buton Utara sebagai bagian dari sanksi yang diberikan. Proses ini menunjukkan komitmen Polda Sultra dalam menjaga integritas dan disiplin di tubuh kepolisian.
Pengakuan Keluarga Korban
Ayah korban, Dego, mengungkapkan rasa lega setelah Polda Sultra memberikan tindakan tegas terhadap pelaku. Ia merasa bahwa usaha yang dilakukan oleh pihak berwenang akhirnya memberikan keadilan bagi keluarganya. Namun, Dego juga menyampaikan kekecewaannya terhadap aparat hukum di daerah yang dinilainya tidak memberikan tindakan tegas dan justru membiarkan pelaku lolos dari jerat hukum.
Kuasa hukum keluarga korban, La Ode Muhammad Sofyan Nurhasan, menyambut baik penetapan tersangka terhadap La Ode Litao. Ia menegaskan bahwa tudingan politisasi yang sempat beredar tidak benar karena Litao sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak lama. Saat ini, pihak Ditreskrimum Polda Sultra masih melakukan upaya pemanggilan terhadap Litao, meski hingga saat ini belum ada respons dari pihak terkait.
Proses Hukum yang Masih Berlangsung
Meski telah menjadi DPO sejak 2014, Litao masih belum memenuhi panggilan dari pihak berwenang. Alasan yang diberikan adalah kendala transportasi. Namun, hal ini tidak menghentikan proses hukum yang sedang berjalan. Pihak kepolisian terus berupaya untuk menangkap dan menuntut Litao sesuai dengan hukum yang berlaku.
Kasus ini menunjukkan pentingnya transparansi dan keadilan dalam sistem hukum. Selain itu, juga menjadi pengingat bahwa tindakan kelalaian atau kecurangan dalam proses administrasi dapat berdampak besar bagi masyarakat dan institusi yang bersangkutan.