Penangkapan Pelaku Prostitusi Online di Jakarta dan Bangka
Polisi kembali menangkap sejumlah pelaku prostitusi online yang menggunakan modus khusus untuk menjual anak di bawah umur. Dua orang tersangka, IR (21) dan LW (28), ditangkap di wilayah Tanjung Priok, Jakarta Utara. Mereka terbukti menjual anak-anak perempuan melalui aplikasi MiChat. Modus operandi yang digunakan oleh IR adalah dengan memasang foto perempuan lain pada akun pesan instan. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian para pria hidung belang.
“Modus di mana pelaku ini memiliki satu akun yang memang akun tersebut sengaja menggunakan foto perempuan yang kemudian membuat suatu akun pada aplikasi MiChat kemudian melakukan proses pencarian tamu,” ujar Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Priok, AKP I Gusti Ngurah Putu Krisnha Narayana.
IR mencari pelanggan dengan cara menyebar pesan melalui aplikasi tersebut. Menurut pengakuan IR kepada polisi, prostitusi online yang ia jalani bisa menawarkan uang hingga Rp2,5 juta untuk anak di bawah umur. Pembagiannya sebanyak Rp 2 juta diambil oleh pelaku atau muncikari ini, sedangkan Rp 500 ribu itu untuk para pekerjanya.
Setelah berhasil ditangkap, sejumlah barang bukti seperti uang hingga alat kontrasepsi disita polisi. Tak hanya menangkap IR, polisi juga menangkap LW di sebuah hotel di Jakarta Barat. Keduanya pun terancam 5 tahun penjara atas perbuatannya tersebut.
Bisnis Prostitusi Online di Bangka
Di sisi lain, pasangan suami istri (Pasutri) di Kecamatan Pemali, Kabupaten Bangka, Bangka Belitung nekat membuka jasa prostitusi online. Suami berinisial AA dan istrinya, DA, kini telah diringkus setelah menjalankan bisnis yang dilarang tersebut. Prostitusi online merupakan praktik jual beli jasa seksual melalui layanan digital.
Pelaku menggunakan aplikasi untuk komersil prostitusinya, kemudian dilanjutkan chat via WhatsApp dengan pelanggan. Keduanya membuka layanan prostitusi online tersebut di rumahnya. Saat ada pelanggan, sang istri berada di kamar untuk melayani pria hidung belang, sementara suaminya berjaga di depan sambil mengasuh anak laki-lakinya yang masih berusia tiga tahun.
Mereka mematok harga Rp200 hingga Rp400 ribu sekali kencan. Uang tersebut digunakan untuk kebutuhan sehari-hari hingga untuk judi online. “Awal mulanya untuk kebutuhan ekonomi karena suami tidak ada pekerjaan tetap,” ujar Kasat Reskrim Polres Bangka, AKP Mauldi Waspandi. “Namun setelah menjadi keseharian, suami menggunakan sebagian uang hasil menjual istrinya untuk judi.”
Atas perbuatannya, sang suami AA diancam dengan pasal 12 atau 6 huruf (b) UURI No 12 th 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau 296 KUHPidana. Sedangkan sang istri, DA, diancam dengan pasal 296 KUPidana. “Untuk ancamannya, satu tahun empat bulan (penjara) untuk istri. Dan yang suami 12 tahun penjara,” tegasnya.
Modus Operasi Prostitusi Online
Prostitusi online sering kali dimulai dari penggunaan media sosial dan aplikasi chatting. Para pelaku biasanya menggunakan foto palsu untuk menarik perhatian calon pelanggan. Setelah mendapatkan kontak, mereka akan melanjutkan komunikasi melalui aplikasi seperti WhatsApp.
Beberapa langkah yang umum dilakukan oleh pelaku prostitusi online antara lain:
- Membuat akun dengan foto yang tidak asli untuk menarik minat pelanggan
- Menyebar pesan atau menawarkan layanan melalui aplikasi chatting
- Mengatur pertemuan secara langsung di lokasi yang disepakati
- Mematok harga sesuai dengan permintaan atau kesepakatan bersama
Selain itu, banyak pelaku juga menggunakan media sosial untuk memperluas jaringan. Beberapa dari mereka bahkan menyewa seseorang untuk bertindak sebagai muncikari. Hal ini membuat aktivitas prostitusi online semakin sulit untuk dibendung.
Tantangan dalam Penangkapan
Penangkapan pelaku prostitusi online sering kali menghadapi tantangan, terutama karena modus operasi yang tersembunyi. Banyak dari mereka menggunakan teknologi untuk menghindari kecurigaan petugas. Selain itu, adanya keterlibatan kelompok atau individu yang bekerja sama membuat penegakan hukum lebih rumit.
Polisi harus melakukan penyamaran dan pengintaian untuk mengetahui keberadaan pelaku. Setelah itu, mereka dapat melakukan penangkapan dan mengamankan barang bukti. Proses ini membutuhkan waktu dan koordinasi yang baik antar lembaga terkait.


























































