Penanganan Kasus Kematian Pengemudi Ojol di Jakarta
Bripka Rohmat, seorang sopir mobil rantis yang terlibat dalam kecelakaan yang menyebabkan kematian pengemudi ojek online (ojol), tidak mendapatkan sanksi pemecatan. Komite Kode Etik Polri (KKEP) menilai bahwa tindakan Bripka Rohmat tidak sepenuhnya bersifat kesengajaan, sehingga hanya diberikan sanksi demosi selama 7 tahun sesuai dengan sisa masa dinasnya.
Seorang anggota Kompolnas, Ida Oetari, menjelaskan bahwa alasan pemberian sanksi tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan, salah satunya adalah adanya titik buta (blind spot) pada kendaraan taktis Brimob saat insiden terjadi pada 28 Agustus 2025.
“Ada blind spot yang menjadi faktor utama dalam kejadian ini. Bripka R tidak secara sengaja menggilas korban. Hal ini juga memengaruhi putusan kami,” ujar Ida Oetari dalam konferensi pers di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (4/9/2025).
Anggota Kompolnas lainnya, M Choirul Anam, menambahkan bahwa analisis video yang beredar menunjukkan bahwa posisi korban terlalu dekat dengan mobil rantis hingga masuk ke dalam area buta sopir.
“Ada dua isu utama. Pertama, jarak antara mobil rantis dan korban. Ternyata ada jarak, jadi tidak langsung ditabrak. Korban jatuh terlebih dahulu,” kata Cak Anam.
“Dalam video tersebut, bagian yang dipotong tidak terlihat oleh sopir. Itu sebabnya dia melaju tanpa menyadari posisi korban,” tambahnya.
“Jarak inilah yang menjadi penting dalam menentukan apakah korban jatuh karena disenggol atau justru jatuh terlebih dahulu sebelum terkena mobil rantis,” imbuh Cak Anam.
Bripka Rohmat menjadi salah satu dari tujuh anggota Brimob yang ditetapkan sebagai terduga pelanggar atas kematian Affan Kurniawan (21). Affan, seorang pengemudi ojol, meninggal dunia setelah terlindas mobil rantis Brimob di Pejompongan, Jakarta Pusat, pada hari Jumat (28/8/2025).
Saat kejadian, korban sedang dalam perjalanan pulang setelah mengantar makanan di Bendungan Hilir, tetapi terjebak dalam keributan demonstrasi. Komite Kode Etik Polri menyatakan bahwa Bripka Rohmat terbukti tidak profesional dalam penanganan aksi unjuk rasa hingga menyebabkan korban jiwa.
“Hasil sidang menyatakan bahwa terduga pelanggar bertindak tidak profesional dalam penanganan aksi unjuk rasa, sehingga menyebabkan korban jiwa bernama saudara Affan,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko.
Atas pelanggaran tersebut, Bripka Rohmat dikenakan sanksi administrasi berupa penempatan di tempat khusus (patsus) selama 20 hari, mulai dari 29 Agustus hingga 17 September 2025 di ruang patsus Biro Provos Bidpropam Mabes Polri. Selain itu, ia juga didemosi atau diturunkan pangkatnya sesuai sisa masa dinas.
“Mutasi bersifat demosi selama 7 tahun, sesuai dengan sisa masa dinas pelanggar di institusi Polri,” tambah Trunoyudo.
Sebelumnya, pada Rabu (3/9/2025), Kompol Kosmas Kaju Gae sudah lebih dulu menjalani sidang etik. Ia dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan dari Polri karena keterlibatannya dalam kasus yang sama.
“Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota Polri,” tegas Trunoyudo.


























































