Peran Bank Sampah dalam Pengelolaan Sampah Nasional
Bank sampah dianggap sebagai salah satu inisiatif yang berkontribusi dalam pengelolaan limbah, namun perannya dinilai masih terbatas. Menurut pendapat dari Ketua Tim Kampanye Sosial dan Ekonomi Greenpeace Indonesia, Atha Rasyadi, bank sampah memang memiliki fungsi, tetapi tidak menjadi solusi utama untuk mengatasi masalah polusi plastik.
“Bank sampah tentu punya peranan, tapi dia hanya merupakan bagian kecil saja dari solusi yang harusnya diambil oleh pemerintah,” ujar Atha ketika dihubungi. Ia menekankan bahwa prioritas utama seharusnya adalah pengurangan sampah di hulu serta mendorong solusi daur ulang.
Atha menjelaskan bahwa tidak semua jenis sampah bisa dikelola melalui bank sampah. “Apalagi kebanyakan bank sampah dikelola oleh kelompok masyarakat yang memiliki sumber daya terbatas,” tambahnya. Dalam hal ini, ia menilai upaya yang lebih efektif adalah fokus pada pengelolaan sampah organik atau sisa rumah tangga.
Sampah organik dan sisa rumah tangga, menurut Atha, menyumbang hampir setengah dari total volume sampah yang ada. Oleh karena itu, penanganan sampah jenis ini perlu menjadi prioritas. “Ini lebih tepat dengan model-model pengelolaan kompos berbasis komunitas,” jelasnya.
Indikator Keberhasilan Bank Sampah
Menurut Atha, keberhasilan bank sampah sebaiknya diukur dari indikator yang jelas seperti jumlah sampah yang diproduksi maupun yang masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA). “Keberadaan bank sampah di area tertentu seharusnya bisa mengurangi angka tersebut. Dari sana kita bisa lihat perhitungan signifikasinya.”
Data dari Sistem Informasi Bank Sampah Nasional (SIBSN) per Februari 2025 mencatat ada 371 bank sampah induk dan 24.893 unit dengan lebih dari 892 ribu nasabah aktif di 447 kabupaten/kota. Di saat bersamaan, Indonesia termasuk dalam 145 negara yang mengadopsi kesepakatan internasional untuk mengakhiri polusi plastik lewat Global Plastics Treaty. Komitmen ini menegaskan pentingnya transisi sistemik dalam tata kelola sampah, dari hulu ke hilir.
Pemerintah juga menegaskan bahwa bank sampah tidak bisa menjadi satu-satunya solusi dalam mengatasi persoalan plastik, melainkan harus menjadi bagian dari sistem pengelolaan sampah terpadu berbasis ekonomi sirkular.
Bank Sampah dalam Pembahasan Internasional
Staf Ahli Bidang Hubungan Internasional dan Diplomasi Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Erik Teguh Primiantoro, menyebutkan bahwa bank sampah menjadi bagian penting dalam pembahasan Intergovernmental Negotiating Committee (INC) 5.2 di Jenewa, Swiss, pada 5–13 Agustus 2025. Pembahasan ini mengacu pada The Chair Text Desember 2024 dan Revised Chair Text yang dihasilkan dari INC 5.2.
“Bank sampah dalam konteks INC-5.2 menjadi bagian dari penerapan waste management, khusus terkait sirkular ekonomi Indonesia,” ujar Erik ketika dihubungi. Menurut dia, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, pemerintah menargetkan seluruh sampah dapat dikelola dengan baik.
Dengan adanya komitmen ini, diharapkan pengelolaan sampah di Indonesia semakin terstruktur dan berkelanjutan, sehingga memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat.


























































