Penyelidikan Kasus Kayu Gelondongan yang Terbawa Banjir di Tapanuli
Kasus temuan kayu gelondongan yang terbawa banjir di Tapanuli, Sumatera Utara, kini memasuki babak baru. Penyelidikan ini dilakukan setelah muncul tudingan bahwa pembalakan liar telah memperparah bencana alam yang terjadi di wilayah tersebut. Sejumlah perusahaan dituding melakukan penebangan hutan secara ilegal, yang akhirnya berdampak pada banjir dan longsor.
Di antara lokasi yang menjadi fokus penyelidikan adalah Garoga dan Batangtoru. Temuan kayu gelondongan di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Garoga dan Sungai Anggoli menunjukkan adanya aktivitas ilegal yang mengancam ekosistem dan keamanan lingkungan. Beberapa dari kayu-kayu tersebut bahkan memiliki potongan gergaji dan bekas dicabut dengan alat berat, menunjukkan adanya upaya sengaja untuk mempercepat proses penebangan.
Tim gabungan Polri sudah mengantongi calon tersangka terkait kasus ini. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan bahwa status kasus ini telah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. Ia juga menyebutkan bahwa tim satgas telah dibentuk di Tapanuli untuk menangani masalah ini.
“Kita bentuk satgas di Tapanuli. Kemarin kita sudah naikan sidik. Tersangka juga sudah kita temukan. Kemudian juga wilayah lain memang potensi banjir ini salah satunya dampak dari pembalakan liar,” kata Sigit dalam pernyataannya.

Meski begitu, ia belum merinci identitas tersangka apakah perorangan atau perusahaan. Namun, ia menekankan bahwa Polri dan Kementerian Lingkungan Hidup terus berupaya mengungkap soal munculnya kayu gelondongan yang beberapa di antaranya ada potongan gergaji hingga dicabut dengan alat berat.
“Sesuai dengan apa yang menjadi arahan Pak Presiden, kemarin Menhut juga datang. Kita bentuk satgas di Tapanuli. Tim semua saya minta bekerja dan segera di publish sehingga masyarakat bisa dapatkan informasi,” ujarnya.
Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri telah menaikkan status kasus kayu gelondongan di DAS Garoga, Tapanuli Selatan, hingga Sungai Anggoli, Tapanuli Tengah, Sumatra Utara (Sumut) ke tahap penyidikan. Dasar peningkatan status ini adalah ditemukannya dua alat bukti yang menunjukkan adanya peristiwa pidana kerusakan lingkungan hidup yang menyebabkan bencana banjir.
“Dasarnya ditemukan dua alat bukti, adanya peristiwa pidana kerusakan lingkungan hidup yang menyebabkan bencana banjir,” terang Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigjen Moh Irhamni.
Pemeriksaan lapangan menunjukkan perubahan bentang alam yang signifikan sebelum dan sesudah bencana banjir. Dua jembatan, Garoga dan Anggoli, tersapu arus deras. Di mana jalan penghubung yang sebelumnya utuh berubah menjadi aliran sungai baru.
“Pada saat tim gabungan Bareskrim Dittipidter, kemudian Polda Sumut, berikut dengan teman-teman dari Kementerian/Lembaga Kehutanan, Lingkungan Hidup, dan dari BPDAS, ini pada saat mendatangi KM 8, mendapati ada dua buah ekskavator dan satu buldozer yang memang dia dugaan melarikan diri, tidak ada di tempat, ditinggalkan begitu saja alat berat,” tutur Kombes Pol Fredya Trihararbakti.
Dua alat berat itu kemudian diamankan. Penyidik dan tim ahli juga mengidentifikasi adanya kayu karet dan durian yang tercampur dengan material banjir. Selain itu, ahli menemukan kemiringan lahan yang seharusnya tidak boleh dilakukan aktivitas penanaman maupun pembukaan, namun tetap digarap.
Aliran sungai kecil di kawasan tersebut tampak berubah arah setelah menerjang bukaan lahan, membawa kayu-kayu dari hulu dan membentuk muara baru yang bermuara kembali ke Sungai Garoga.
Dalam kasus ini, penyidik menerapkan pasal 109 junto pasal 98 junto pasal 99 UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang telah diperbarui melalui UU 6/2023.




























































