Investasi sebagai Bentuk Persiapan Masa Depan
Bagi Christian Kartawijaya, investasi bukan hanya tentang mendapatkan keuntungan besar. Baginya, investasi adalah cara untuk menabung dan mempersiapkan diri di masa depan. Meski mengakui bahwa ia terlambat masuk ke dunia investasi pada masa mudanya, kini ia telah memiliki portofolio yang cukup beragam.
Christian lulus dari Universitas Trisakti pada tahun 1989 dan sebelumnya bekerja di perusahaan konstruksi swasta. Ia bergabung dengan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) pada tahun 1994 sebagai staf Corporate Finance. Dari sana, ia berkembang menjadi Chief Financial Officer (CFO) hingga tahun 2011, kemudian menjadi Direktur Utama sejak tahun 2014 hingga saat ini.
Awalnya, seluruh gajinya habis dan tidak ada sisa untuk diinvestasikan. Baru pada tahun 1996, ketika anak pertamanya lahir, ia mulai memikirkan pentingnya menyiapkan dana untuk masa depan. Aset pertama yang ia beli adalah properti untuk tinggal sendiri. Setelah itu, ia mulai memasukkan uangnya ke dalam deposito bank.
Saat itu, pilihan instrumen investasi masih terbatas, sehingga deposito menjadi pilihan utama. Ia menyisihkan sedikit demi sedikit untuk tabungan darurat. Namun, seiring waktu, portofolio investasinya semakin berkembang. Ia mulai memasukkan dana ke dalam reksadana pendapatan tetap dan reksadana saham.
Reksadana menawarkan imbal hasil yang lebih menarik dibandingkan deposito, meskipun risikonya sedikit lebih tinggi. Ia juga mencoba masuk ke pasar saham, tetapi dengan prinsip bahwa ia hanya berinvestasi di hal-hal yang ia pahami. Sebelum memilih aset, ia selalu bertanya kepada diri sendiri apakah keputusan tersebut akan menguntungkan di masa depan.
Salah satu pengalaman kurang bijak dalam investasi adalah ketika ia membeli emas beberapa tahun lalu. Harganya stagnan selama 10 tahun, sehingga akhirnya ia menjualnya. Sayangnya, setelah ia menjual, harga emas melonjak karena kondisi geopolitik global yang tidak stabil.
Selain itu, ia juga mengalami kerugian di aset saham perusahaan publik yang didelisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun, jumlah dana yang ia setorkan untuk saham-saham tersebut tidak terlalu besar.
Dari pengalaman itu, Christian menyadari bahwa memilih aset berisiko tinggi boleh saja, asalkan tidak dalam jumlah besar. Ia pun menyarankan untuk “cek ombak dulu” sebelum melompat ke instrumen investasi yang lebih berisiko.
Investasi di pasar uang juga harus dilakukan dengan tenang. Jika uang yang dimiliki akan digunakan dalam waktu singkat, maka sebaiknya tidak ditaruh di instrumen berisiko tinggi. Salah satu instrumen yang menurutnya sangat menguntungkan adalah dana pensiun. Seperti obligasi, dana pensiun bisa dicairkan sebagai bekal di masa pensiun nanti.
Saat ini, Christian memiliki persentase aset yang terbagi ke dalam empat keranjang utama. Mayoritas, 55% dari dana investasinya ditempatkan di obligasi. Lalu, 15% di saham, 15% di properti, dan 15% sisanya di sektor riil.
Sebagai lulusan MBA Finance dari San Diego State University pada tahun 1994, Christian juga mempertimbangkan untuk kembali membeli emas sebagai safe haven di tengah situasi global yang tidak menentu. Menurutnya, investasi di hal-hal sederhana dan yang kita pahami lebih baik, meskipun untungnya kecil.