Regulasi Baru untuk Perlindungan Anak di Ruang Digital
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah mengeluarkan kebijakan baru yang mewajibkan penyedia layanan digital untuk menerapkan verifikasi usia serta fitur perlindungan anak lainnya. Kebijakan ini merupakan hasil dari pengesahan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas).
Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Komdigi, Fifi Aleyda Yahya, menjelaskan bahwa regulasi ini bukan sekadar aturan teknis, melainkan fondasi kebijakan nasional untuk menciptakan ruang digital yang aman bagi anak-anak. PP Tunas disahkan menjelang akhir Maret lalu dan menuntut setiap Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) menyediakan fitur parental control yang efektif, menerapkan pengaturan privasi tinggi bawaan untuk akun anak, serta melarang pelacakan lokasi dan profiling data anak untuk kepentingan komersial.
“Kami mendorong platform digital menyediakan fitur keamanan yang mudah digunakan, termasuk sistem klasifikasi usia dan kontrol orang tua. Ini bukan sekadar fitur tambahan, tapi instrumen utama perlindungan anak,” ujar Fifi dalam acara yang digelar Netflix dan ICT Watch.
Pemerintah juga memberikan apresiasi kepada PSE yang telah lebih dulu menerapkan fitur keamanan anak, seperti Netflix. “Fitur seperti parental control dan klasifikasi usia memberi orang tua kendali lebih besar, sekaligus menghadirkan ketenangan bahwa anak-anak menjelajahi ruang digital yang aman,” tambahnya.
Sebelum PP Tunas disusun dan disahkan, Indonesia menghadapi lonjakan risiko digital terhadap anak-anak. Data dari National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) menunjukkan Indonesia menempati peringkat keempat dunia dalam kasus pornografi anak. Selain itu, data United Nations Children’s Fund (UNICEF) menunjukkan 89 persen anak Indonesia mengakses internet rata-rata selama 5,4 jam per hari, hampir separuhnya terpapar konten seksual.
“Dari akhir 2024 hingga pertengahan 2025, Komdigi menangani lebih dari 1,7 juta konten perjudian online dan hampir 500 ribu konten pornografi,” tutur Fifi.
Dia menambahkan bahwa perlindungan anak di ruang digital akan ditempuh melalui pendekatan tiga pilar: regulasi, edukasi, dan kolaborasi lintas pihak. Komdigi tidak hanya bertindak sebagai regulator, namun juga pendorong ekosistem digital yang aman dan inklusif, terutama bagi anak dan remaja.
“Anak-anak kita tumbuh di dunia di mana layar bisa jadi guru, sahabat, sekaligus ruang bermain mereka. Maka, platform seperti Netflix bukan hanya hiburan, tapi pintu ke literasi, budaya, dan interaksi global,” ucap dia.


























































