KOTA CIMAHI – Di balik rindangnya tanaman anggur yang tumbuh di salah satu sudut Kota Cimahi, tersimpan kisah inspiratif dari sekelompok perempuan yang berhasil mengubah potensi lokal menjadi sumber penghidupan yang berkelanjutan.
Kampung Anggur Rosela, yang dikelola oleh Kelompok Wanita Tani (KWT) Rosela, tidak sekadar menjadi tempat budidaya buah anggur. Komunitas ini menjadikan budidaya anggur sebagai sarana untuk menanam harapan, membangun ketekunan, dan menggerakkan ekonomi masyarakat melalui berbagai produk olahan berbahan dasar daun dan buah anggur, seperti puding, es lumut, hingga dimsum.
Ketua KWT Rosela, Nurfitri (37), mengungkapkan bahwa fokus utama kegiatan mereka terletak pada pembibitan tanaman anggur, bukan pada penjualan buah secara langsung. Sistem tanam yang diterapkan pun disusun secara terencana agar panen tidak terjadi serentak, sehingga ketersediaan bibit tetap terjaga secara berkelanjutan.
“Kami memang memiliki banyak jenis anggur, dan tujuan utamanya bukan untuk dijual buahnya, tetapi untuk produksi bibit. Oleh karena itu, proses pembuahan diatur agar tanaman bisa terus menghasilkan secara bergantian,” jelas Nurfitri saat diwawancarai di Gang Neglasari, RT 02/RW 02, Kelurahan Cimahi, Kecamatan Cimahi Tengah, pada Kamis, 31 Juli 2025.
Perawatan tanaman anggur menurutnya memerlukan perhatian khusus, terutama dalam hal cuaca. Tanaman ini memerlukan sinar matahari namun tidak tahan terhadap paparan air hujan secara langsung. Untuk mengatasi hal tersebut, KWT Rosela menggunakan pupuk organik cair (POC) dalam dua fase, yaitu fase vegetatif dan generatif. Selain itu, pestisida tetap digunakan untuk mengendalikan hama.
“Kami menggunakan dua jenis pupuk organik cair. Namun untuk pengendalian hama, tetap dibutuhkan penggunaan pestisida,” tambahnya.
Pendapatan dari kegiatan pembibitan dan penjualan hasil panen ini cukup bervariasi. Dalam sebulan, omzet yang diperoleh dapat mencapai sekitar satu juta rupiah, terutama dari penjualan bibit anggur dan bunga sedap malam. Meski demikian, aktivitas usaha kadang terbatas karena sebagian anggota, termasuk Nurfitri, juga harus menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga, termasuk antar-jemput anak.
Lebih dari sekadar pembibitan, para anggota KWT Rosela menunjukkan kreativitas tinggi dalam mengolah hasil panen. Mereka berhasil menciptakan berbagai produk olahan seperti cheese stick daun anggur, puding anggur, es yoghurt, es lumut anggur, dan bahkan dimsum berbahan daun anggur.
“Produk-produk ini dijual dengan harga bervariasi, mulai dari Rp10.000. Misalnya, es lumut anggur kami jual seharga Rp15.000,” tutur Nurfitri.
Produk olahan KWT Rosela umumnya tersedia melalui sistem pre-order dan penjualannya meningkat saat berlangsungnya bazar atau kegiatan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah. Inisiatif ini tidak hanya mendukung ketahanan ekonomi keluarga, tetapi juga memperkuat peran perempuan dalam pembangunan berbasis komunitas di lingkungan perkotaan.