Pria di Tuban Diundang Petugas Setelah Mengibarkan Bendera One Piece
Seorang pria berinisial A (26) mendapat kunjungan dari petugas gabungan setelah mengibarkan bendera One Piece di rumahnya di Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban. Peristiwa ini menarik perhatian masyarakat dan memicu berbagai reaksi dari berbagai pihak.
A mengungkapkan bahwa pengibaran bendera tersebut tidak dimaksudkan untuk menyindir atau menyinggung siapa pun. Ia mengaku hanya mengikuti tren yang sedang ramai di platform TikTok. “Alasan pertama sebenarnya cuma FOMO, ikut-ikutan seperti di trend TikTok, selain itu juga suka animenya,” ujarnya.
Namun, aksi yang dilakukannya ternyata menarik perhatian petugas. Petugas yang datang terdiri dari Polsek, Koramil, pihak kecamatan, desa, hingga intel Kodim. Mereka langsung menanyakan keberadaan bendera tersebut dan kemudian membawanya. Meskipun demikian, petugas tidak menjelaskan secara rinci alasan dibalik pelarangan pengibaran bendera One Piece.
A mengatakan awalnya ia mengibarkan bendera pada Jumat (1/8/2025) sekitar pukul 17.00 WIB. Namun setelah mendapat informasi di internet tentang adanya pelarangan, ia memilih menurunkannya pada malam harinya. “Bendera tak dikibarkan Jumat sore, kemudian malam tak turunkan karena feeling-ku udah nggak enak. Ternyata bener, pagi-pagi dicariin orang,” katanya.
Sebelum pamit, petugas juga mengimbau agar A memberitahu teman-temannya untuk tidak melakukan hal serupa. “Intinya jangan dikibarkan terus kalau ada teman-temannya yang lain misal mau mengibarkan, nggak usah,” ujarnya.
Setelah dari rumah A, petugas kemudian bergegas menuju Kecamatan Montong, yang diduga ada warga lain yang mengibarkan bendera serupa.
Reaksi Keras dari Pemerintah
Pengibaran bendera One Piece menuai reaksi keras dari pemerintah. Pemerintah mengancam akan mengambil tindakan hukum bagi pelaku yang berani mengibarkan bendera One Piece jelang HUT ke-80 RI.
Menko Polkam Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan menyampaikan bahwa ada konsekuensi pidana dari tindakan yang mencederai kehormatan Bendera Merah Putih. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 24 ayat (1) menyebutkan: Setiap orang dilarang mengibarkan Bendera Negara di bawah bendera atau lambang apa pun. Ini adalah upaya untuk melindungi martabat dan simbol negara.
Budi Gunawan menegaskan bahwa pemerintah akan mengambil tindakan hukum secara tegas dan terukur jika ada unsur kesengajaan dan provokasi demi memastikan ketertiban dan kewibawaan simbol-simbol negara.
Penilaian Politisi Golkar
Anggota DPR RI Firman Soebagyo menyebut pengibaran bendera One Piece sebagai bentuk makar. Pernyataan Politisi Golkar ini menuai reaksi keras dari netizen. Menurut Firman, tindakan pengibaran bendera Jolly Roger ini adalah hal terlarang sekaligus menjadi bentuk provokasi yang berbahaya, terlebih mengingat Hari Kemerdekaan RI ke-80 sudah di depan mata.
Firman menilai aksi pengibaran itu merupakan bagian dari makar dan harus ditindak tegas. “Ini enggak boleh. Ini harus ditindak tegas,” tambahnya.
Fenomena Pengibaran Bendera One Piece
Fenomena dikibarkannya bendera One Piece tengah viral dan ramai diperbincangkan di media sosial, seperti Instagram, TikTok, hingga X (dulunya Twitter). Dalam video-video yang beredar pada akhir Juli 2025, tampak bendera Jolly Roger milik kru Topi Jerami dalam anime One Piece itu dikibarkan di rumah pribadi hingga bagian truk di berbagai daerah.
Ada pula yang memperlihatkan bendera tersebut dikibarkan berdampingan dengan bendera merah putih. Dari narasi video yang beredar, bendera One Piece dikibarkan sebagai bentuk kritik sosial terhadap kondisi politik dan ketidakadilan yang dirasakan masyarakat.
Peran BPIP dan Pengaturan Transportasi Umum
Firman menyebut adanya potensi provokasi di kalangan sopir truk dan pelaku transportasi umum dan sponsor di balik penyebaran simbol tersebut. Menurutnya, fenomena pengibaran bendera One Piece harus menjadi alasan untuk memperkuat peran Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Ia juga mendorong revisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJR) agar pengaturan soal fungsi kendaraan umum bisa lebih jelas dan tidak disalahgunakan. “Bahwa untuk transportasi umum dan kemudian angkutan umum yang sifatnya umum, jangan dijadikan alat kampanye, baik itu negatif maupun positif,” ungkap dia.


























































