Peran Presiden dalam Menghadang Penyanderaan Politik
Presiden Prabowo Subianto kini memiliki posisi yang kuat untuk mencegah praktik penyanderaan politik melalui rekayasa hukum. Hal ini disampaikan oleh mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, yang menilai bahwa kebijakan yang diambil oleh presiden adalah langkah strategis dalam menjaga keadilan.
Mahfud menyatakan bahwa ke depan tidak boleh ada lagi pihak yang menggunakan politik untuk merekayasa hukum. Menurutnya, jika hal tersebut terjadi, maka Presiden dapat menghadangnya. Pernyataan ini dilontarkan sebagai respons terhadap kebijakan Presiden yang memberikan amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong.
Langkah Strategis dalam Penegakan Keadilan
Keputusan Presiden untuk memberikan amnesti dan abolisi bukan hanya sekadar pengampunan hukum, tetapi juga bagian dari strategi dalam menegakkan keadilan. Mahfud menilai bahwa tindakan ini mencerminkan kebijakan yang lebih luas dalam menjaga harmoni politik nasional. Ia menekankan bahwa langkah-langkah seperti ini penting untuk memperkuat persatuan dan stabilitas negara.
Langkah tersebut diambil setelah kedua tokoh tersebut dijatuhi vonis oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Tom Lembong dihukum 4 tahun 6 bulan penjara atas kasus korupsi impor gula, sementara Hasto Kristiyanto divonis 3 tahun 6 bulan penjara dalam perkara suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR.
Proses Pemberian Amnesti dan Abolisi
Beberapa hari setelah vonis dikeluarkan, Presiden Prabowo mengajukan dua surat resmi ke DPR pada 30 Juli 2025. Dalam surat tersebut, ia meminta pertimbangan untuk memberikan abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto serta 1.116 orang lainnya yang masuk dalam daftar penerima amnesti menjelang peringatan 80 tahun kemerdekaan RI.
Persetujuan dari DPR diberikan sehari kemudian. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan bahwa DPR telah memberikan persetujuan terhadap surat presiden tersebut. Kebijakan ini didasarkan pada Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 dan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menilai bahwa pengampunan ini merupakan upaya untuk merajut kembali persatuan nasional dan menjaga kondusivitas menjelang hari kemerdekaan. Dari total 44.000 permohonan amnesti yang masuk, hanya 1.116 yang lolos verifikasi tahap pertama. Sisanya akan diproses secara bertahap.
Vonis Pengadilan: Tom dan Hasto Dipenjara
Sebelum wacana pengampunan muncul, Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto sudah lebih dulu divonis bersalah oleh pengadilan. Tom Lembong dihukum 4 tahun 6 bulan penjara karena terbukti merugikan negara dalam kasus impor gula kristal mentah. Majelis hakim menyebut kerugian negara mencapai Rp 194,7 miliar akibat kebijakan Tom yang memberikan izin impor kepada perusahaan swasta.
Hasto Kristiyanto juga divonis 3 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dalam perkara suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR Fraksi PDIP. Meskipun jaksa menuntut 7 tahun penjara, putusan pengadilan lebih ringan. Hakim menyatakan Hasto terbukti menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp 400 juta.
Dalam sidang, hakim juga mempertimbangkan beberapa hal meringankan, seperti sikap sopan dan tidak mempersulit proses persidangan. Namun, dakwaan bahwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku tidak terbukti menurut majelis hakim.