Presiden Jokowi Menegaskan Pentingnya Menghormati Proses Hukum
Presiden Republik Indonesia ke-7, Joko Widodo (Jokowi), akhirnya memberikan pernyataan terkait kasus hukum yang menimpa Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto. Dalam pernyataannya, Jokowi meminta agar Hasto Kristiyanto menghormati proses hukum dan menjalani vonis yang telah dijatuhkan oleh pengadilan.
“Hormati proses hukum dan hormati keputusan pengadilan,” ujar Jokowi saat ditemui di kediamannya di Sumber, Banjarsari, Solo, pada Kamis (31/7/2025). Pernyataan ini menunjukkan bahwa presiden menekankan pentingnya kepatuhan terhadap putusan hukum yang sudah final.
Berbeda dengan sikap yang diambil oleh Presiden Prabowo Subianto, yang memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto. Amnesti adalah bentuk pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan oleh kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu. Pengampunan ini biasanya diberikan melalui undang-undang atau keputusan resmi lainnya.
Hasto Kristiyanto divonis 3 tahun dan 6 bulan penjara atas kasus suap terhadap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, dalam pengurusan Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku. Selain hukuman penjara, ia juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 250 juta, dengan ancaman jika tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Hasto dinilai melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Vonis ini dijatuhkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 25 Juli 2025.
Sementara itu, isu adanya agenda politik di balik vonis tersebut mendapat perhatian khusus. Jokowi menegaskan bahwa semua pihak harus menghormati proses hukum dan putusan pengadilan. “Hormati keputusan hukum,” tegasnya.
Menteri Hukum: Pengusulan Amnesti untuk Kepentingan Bangsa
Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menyampaikan bahwa usulan pemberian abolisi terhadap Trikasih Lembong atau Tom Lembong serta amnesti untuk Hasto Kristiyanto dilakukan demi kepentingan bangsa dan menjaga kondusivitas nasional. Hal ini disampaikan setelah menghadiri rapat konsultasi antara pemerintah dan DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Kamis (31/7/2025).
Dalam rapat tersebut, DPR menyetujui surat presiden (surpres) atas permintaan abolisi dan amnesti. Supratman menjelaskan bahwa usulan tersebut berasal dari Menteri Hukum dan HAM. “Semuanya yang mengusulkan kepada Bapak Presiden adalah Menteri Hukum. Jadi surat permohonan dari hukum kepada Bapak Presiden untuk pemberian amnesti dan abolisi saya yang tanda tangan,” katanya.
Menurut Supratman, pertimbangan utama dari pengusulan tersebut bukan hanya soal hukum, tetapi juga keutuhan bangsa. “Pertimbangannya sekali lagi dalam pemberian abolisi ataupun amnesti itu pasti pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara, berpikirnya tentang NKRI,” tegasnya.
Presiden Prabowo juga mempertimbangkan faktor persatuan nasional dan perayaan kemerdekaan RI ke-80 dalam mengambil keputusan tersebut. “Yang kedua adalah kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan di antara semua anak bangsa. Dan sekaligus mempertimbangkan untuk membangun bangsa ini secara bersama-sama dengan seluruh elemen politik yang ada di Indonesia,” jelasnya.
Daftar Penerima Amnesti
Selain Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong, terdapat 1.116 orang yang diajukan untuk mendapat amnesti pada tahap pertama. Pengusulan dilakukan setelah proses verifikasi dan uji publik oleh Kemenkumham.
“Amnesti terhadap 44 ribu orang tetapi setelah kami verifikasi hari ini baru yang memenuhi syarat yakni 1.116. Nanti ada tahap kedua. Yang 1.168 ini sudah kita lakukan verifikasi, sudah lakukan uji publik juga,” pungkas Supratman.
Abolisi adalah hak yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana, serta menghentikan proses hukum yang sedang berjalan. Sedangkan amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan oleh kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu. Amnesti diberikan melalui undang-undang atau keputusan resmi lainnya.
Tom Lembong divonis terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan periode 2015-2016. Atas perbuatannya tersebut Majelis Hakim memvonis Terdakwa Tom Lembong hukuman 4 tahun dan 6 bulan penjara pada perkara tersebut. Selain itu, ia juga dihukum membayar pidana denda Rp 750 juta, subsider 6 bulan kurungan.
Ia dijerat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal ini mengatur korupsi dalam bentuk perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi secara melawan hukum yang mengakibatkan kerugian bagi negara.