Perundingan Global untuk Mengatasi Polusi Plastik
Perundingan Intergovernmental Negotiating Committee (INC 5.2) digelar di Jenewa, Swiss, pada periode 5 hingga 14 Agustus 2025. Acara ini dihadiri oleh berbagai pihak yang terlibat dalam penyusunan perjanjian baru untuk mengatasi masalah polusi plastik. Sebanyak 1.694 delegasi dari 180 negara anggota komite hadir dalam pertemuan ini. Selain itu, terdapat 1.832 pemantau dari 583 organisasi nonpemerintah, 40 pemantau dari 17 organisasi antarpemerintah, 90 pemantau dari 18 entitas Persatuan Bangsa-Bangsa, serta 315 jurnalis yang turut berpartisipasi.
Pertemuan ini memiliki mandat penting untuk menyelesaikan naskah akhir perjanjian pada tahun ini. Hal ini sesuai dengan Resolusi UNEA 5/14 yang telah ditetapkan sebelumnya. Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), yang hadir sebagai bagian dari jaringan pengamat masyarakat sipil, menyatakan bahwa negosiasi final akan berlandaskan pada Chair’s Text yang dirilis Desember 2024 lalu. Dokumen tersebut merupakan hasil kumpulan masukan dari berbagai delegasi negara selama sesi INC-5.1 di Busan.
Chair’s Text menjadi kerangka dasar dalam penyusunan perjanjian plastik global yang bersifat mengikat secara hukum. Isi dokumen ini mencakup area kunci dan berbagai opsi solusi untuk mengatasi polusi plastik sepanjang siklus hidupnya. Naskah tersebut juga merupakan hasil pengumpulan masukan dari lebih dari 170 negara, dan akan dikembangkan lebih lanjut selama sesi INC-5.2 hingga 14 Agustus 2025.
Meski proses resmi baru dimulai hari ini, dinamika di luar ruang negosiasi sudah mulai bergulir sejak kemarin. Beragam side events digelar di luar lokasi utama, termasuk aksi damai yang diinisiasi oleh masyarakat sipil global. Ratusan peserta dari berbagai negara berkumpul di Place des Nations, Jenewa, menyerukan agar perjanjian ini tidak tersandera kepentingan industri pencemar, tetapi fokus pada akar krisis: produksi plastik berlebih yang mengancam manusia dan lingkungan.
AZWI menekankan pentingnya keterlibatan publik dalam pengambilan keputusan global. Selain itu, aliansi tersebut juga menegaskan bahwa perjanjian harus berpihak pada perlindungan lingkungan dan kesehatan manusia, serta mengedepankan keadilan bagi negara-negara berkembang yang selama ini terdampak oleh praktik perdagangan sampah global.
Pada 3 Agustus 2025, berdasarkan laporan Deputy Director Dietplastik Indonesia Rahyang Nusantara yang hadir di Jenewa, lebih dari 100 pemangku kepentingan global dari pemerintah, masyarakat sipil, industri, dan sektor keuangan berkumpul di kantor pusat World Economic Forum dalam acara bertajuk Solutions Day: Beating Plastic Pollution. Acara ini mendukung putaran akhir negosiasi untuk Perjanjian Global tentang Polusi Plastik.
Co-founder & Executive Director Plasticdiet Indonesia Tiza Mafira menjadi salah satu panelis dalam acara tersebut. Masyarakat sipil yang dipimpin oleh Tiza menuntut agar perjanjian mengakui dan mendukung sistem guna ulang (reuse), melarang plastik sekali pakai yang tidak esensial, serta mengarahkan pembiayaan ke solusi hulu seperti pengurangan dan sistem guna ulang—bukan hanya daur ulang atau pembakaran.
Menuju tenggat waktu 14 Agustus 2025, semua pihak didorong untuk bekerja sama secara berani, mendukung solusi hulu, dan menyelaraskan arus pendanaan dengan tujuan keberlanjutan.
Kekhawatiran tentang Peran Indonesia
Sebelumnya, Zero Waste Campaigner dari Greenpeace Indonesia Ibar Akbar mengkhawatirkan sikap Indonesia di INC 5.2. Dia menyoroti ketidakselarasan antara pernyataan pemerintah dalam negeri yang terkesan vokal menyuarakan pengurangan produksi plastik, sedangkan sikap delegasi Indonesia di INC-5 dan UN Ocean Summit terlihat netral, bahkan pasif.
“Indonesia terlihat netral bahkan pasif dalam forum seperti INC-5 di Busan dan UN Ocean Summit. Padahal semangat Menteri LH di dalam negeri sangat kuat menyoroti pengurangan produksi plastik,” ujar dia di Jakarta, 22 Juli 2025.