Kotacimahi.com.CO.ID, SEMARANG – Tim Bidang Propam Polda Jawa Tengah saat ini sedang melakukan penyelidikan terkait dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh aparat Polsek Jepon dan Polres Blora. Kejadian ini berawal dari seorang remaja perempuan di Blora berinisial RF (16 tahun) yang diperiksa secara tidak profesional setelah dituduh menjadi pelaku pembuangan bayi.
Menurut Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto, pihaknya menerima laporan dari masyarakat di wilayah Blora mengenai dugaan adanya penyalahgunaan wewenang oleh penyidik. “Tim Paminal Polda Jawa Tengah telah melakukan pemeriksaan dan meluncur ke Blora untuk segera menindaklanjuti laporan tersebut,” jelasnya.
Artanto belum dapat menjelaskan secara rinci jenis penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan oleh aparat tersebut. Ia juga menyatakan bahwa jumlah personel yang dilaporkan masih dalam proses pendalaman. “Kami akan memverifikasi laporan tersebut dan mengumpulkan data serta bukti di lapangan,” ujarnya.
Selain itu, Artanto menekankan bahwa proses penyelidikan akan dilakukan secara profesional dan transparan. “Kami akan menyusun konstruksi permasalahan sesuai dengan fakta yang ada,” tambahnya.
Seorang remaja perempuan asal Blora berinisial RF (16 tahun) diduga menjadi korban kesewenang-wenangan aparat kepolisian setelah dituduh sebagai pelaku pembuangan bayi. Menurut kuasa hukum keluarga RF, Bangkit Manahantiyo, pada 4 April 2025 lalu terjadi kasus penemuan bayi di Jalan Semanggi, Blora. Kepolisian kemudian melakukan penyelidikan dan penelusuran.
Pada 9 April 2025, aparat penegak hukum menduga RF sebagai pelaku pembuangan bayi. Menurut Bangkit, dugaan tersebut berasal dari informasi warga. Personel Polsek Jepon bersama tenaga medis kemudian mendatangi kediaman RF tanpa menunjukkan surat penggeledahan atau dokumen lainnya.
Setelah itu, RF diperintahkan masuk ke kamar dan diminta melepas seluruh pakaiannya. Bangkit mengungkapkan bahwa bagian sensitif tubuh RF, seperti payudara dan vagina, dijamah dengan dalih pemeriksaan. Bagian perut RF juga ditekan-tekan.
“Di situ klien kami merasa kaget dan bingung, ‘Kenapa kok saya dibeginikan?’. Sementara pengakuan yang bersangkutan masih virgin,” kata Bangkit.
Dia menyebut bahwa hingga saat ini, belum ada penjelasan dari kepolisian mengapa mereka memperlakukan RF demikian. “Kami sebagai advokat menilai proses penyelidikan, penyidikan, atau penggeledahan itu tidak sesuai prosedur. Kenapa polisi begitu gegabah, tiba-tiba langsung melakukan pemeriksaan di tempat, tanpa pernah ada pemanggilan sebelumnya,” ucapnya.
Bangkit mengatakan bahwa atas kejadian tersebut, pihaknya telah melaporkan Polsek Jepon dan Polres Blora ke Bidpropam Polda Jateng pada Kamis (11/12/2025). Dalam pelaporan tersebut, turut dilampirkan bukti hasil pemeriksaan RF dari dokter spesialis obstetri dan ginekologi RSUD Blora. “Yang mana diperoleh keterangan bahwa pasien tidak ada tanda pernah hamil atau melahirkan,” katanya.
Dia menambahkan, RF sebenarnya sudah sempat divisum. Namun mereka tak dapat memperoleh hasil visumnya karena hanya untuk kepentingan penyelidikan. Oleh sebab itu, keluarga RF berinisiatif melakukan pemeriksaan mandiri. “Ada USG-nya juga. Intinya anak ini masih virgin,” ujar Bangkit.
Pada 20 November 2025, pihaknya sudah sempat bersurat kepada kepolisian untuk meminta pertanggungjawaban. Namun surat itu tak direspons. Selain itu, keluarga kliennya juga sempat dikumpulkan di balai desa. Pertemuan itu turut dihadiri perwakilan Polres Blora. “Intinya mencoba untuk memediasi kasus ini supaya dianggap clear,” ucap Bangkit.
Dia menambahkan, keluarga kliennya juga sempat dihadirkan ke Kantor Bupati Blora. “Sudah pernah digelar dengan Wakil Bupati beserta teman-teman dari Dinas Kesehatan. Di situ pun diserahkan sejumlah uang di dalam amplop cukup tebal, tapi dari klien kami tidak mau menerima,” kata Bangkit.
Bangkit mengaku tidak mengetahui apakah uang yang ditawarkan kepada kliennya itu berasal dari kepolisian atau Pemkab Blora. “Disampaikan ini uang sebagai pengganti karena kemarin sudah dilakukan pemeriksaan seperti itu,” ujarnya.
Dia melihat hal tersebut sebagai upaya untuk membungkam kliennya. “Karena mungkin aparat sendiri menyadari sudah fatal melakukan tindakan yang begitu represif menurut kami,” ucapnya.
Bangkit mengungkapkan, saat ini RF masih mengalami trauma dan merasa minder. Keluarga RF mengalami hal serupa.



























































