Kasus Pemerasan dalam Pengurusan Sertifikat K3: Peran Pegawai PT KEM Indonesia
Kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) kembali menarik perhatian publik. Dalam kasus ini, seorang pegawai PT KEM Indonesia, Miki Mahfud, disebut sebagai pelaku utama yang meminta uang dari perusahaan maupun para pekerja yang mengajukan sertifikasi K3. Peran Miki menjadi sorotan karena ia merupakan suami dari salah satu pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Miki telah ditetapkan sebagai tersangka dan saat ini ditahan oleh KPK. Ia termasuk dalam struktur Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3). Menurut Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam konstruksi perkara ini, Kementerian Ketenagakerjaan dan PJK3 diduga terlibat dalam berbagai tindakan pemerasan terhadap perusahaan, pengusaha, maupun para pekerja yang sedang mengurus sertifikasi K3.
Budi menjelaskan bahwa KPK telah menemukan bukti-bukti yang menyatakan bahwa Miki menerima dana haram dalam kasus ini. Ia memanfaatkan kebutuhan buruh akan sertifikat K3 untuk mencari keuntungan pribadi. Padahal, sertifikat K3 adalah syarat wajib bagi setiap pekerja atau perusahaan yang ingin bekerja di bawah standar keselamatan dan kesehatan kerja.
Dalam pengurusan sertifikasi K3, jumlah yang harus dibayarkan jauh melebihi tarif PNBP resmi. Tarif PNBP yang diatur berkisar antara Rp200 ribu hingga Rp300 ribu, tergantung jenis sertifikasi. Namun, para tersangka memasang harga yang lebih tinggi agar proses pengurusan berkas bisa lebih cepat. Beberapa korban bahkan sampai membayar dengan kisaran angka Rp6 juta, bahkan tidak menutup kemungkinan bisa lebih mahal lagi.
KPK juga mengungkap bahwa Miki diduga menentukan tarif tertentu untuk pekerja yang mengurus sertifikat K3. Modus yang digunakan yaitu pihak Kemenaker memperlambat, mempersulit, serta tidak memproses permohonan sertifikat K3, bahkan ketika persyaratan lengkap. Pemberian uang menjadi pelicin atau syarat untuk mempercepat layanan.
Sertifikat K3 bertujuan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja. Sertifikasi ini dimaksudkan agar tenaga kerja atau perusahaan memahami dan mampu menerapkan standar K3. Namun, dalam praktiknya, biaya yang dikeluarkan oleh pekerja jauh lebih besar dari tarif resmi. Dari tarif sertifikasi K3 yang seharusnya sebesar Rp275 ribu, pekerja atau buruh harus mengeluarkan biaya hingga Rp6 juta.
Praktik ini diketahui telah menghasilkan dana sebesar Rp81 miliar yang mengalir ke berbagai pihak. KPK menegaskan bahwa kasus ini menunjukkan adanya indikasi korupsi dan pemerasan yang merugikan banyak pihak. Sebelumnya, KPK telah mentersangkakan Miki bersama eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer (Noel) dan 9 orang lainnya dari Kementerian Ketenagakerjaan dan PJK3 dengan pasal pemerasan (Pasal 12 huruf e dan/atau 12B).
Kasus ini menunjukkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengurusan sertifikat K3. Selain itu, hal ini juga menjadi peringatan bagi seluruh pihak yang terlibat dalam proses administrasi pemerintah agar tidak melakukan tindakan yang merugikan masyarakat. KPK berkomitmen untuk terus mengawasi dan memberantas praktik korupsi di berbagai sektor, termasuk dalam pengurusan sertifikat K3.